I |
ng
ngarsa sung thulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah sebuah semboyan yang sering kita
dengar didunia pendidikan. Adalah Ki Hajar Dewantara, sosok yang mencetuskan
semboyan tersebut sekaligus beliau sebagai pahlawan yang telah memperjuangkan
sistem pendidikan di tanah surga ini dan berani menentang sistem pendidikan
Hindia-Belanda di era kolonial dulu. Semboyan”Ing ngarsa sung thulada, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang disebut sebagai pratap triloka mengandung
arti “di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang
memberi dorongan”.
Setiap muird terlahir
dengan bakat masing-masing. Sehingga tidak tepat kalau sekarang kita mengatakan
bahwa murid itu diibaratkan sebagai kertas kosong yang bisa ditulis
semau-maunya oleh pendidik. Murid diibaratkan sebagai sebuah kertas yang berisi
tulisan-tulisan yang samar atau kabur, sehingga pendidik hanya sebatas menerangkan
kembali tulisan-tulisan tersebut. Dalam hal ini pendidik hanya sebatas menuntun
tumbuh kembangnya kodrat-kodrat yang ada pada diri murid.
Dalam menuntun murid, hendaknya
seorang pendidik harus berpikir matang-matang dalam mengambil setiap keptusan. Selaian
memperhatikan kodrat-kodrat yang ada pada diri murid, perlu kiranya
memperhatikan hal-hal lain juga. Diantaranya menerapkan paradigma inkuiri
apresiatif (paradigma perubahan dengan pendekatan kolaboratif berbasis kekuatan),
menerapkan budaya positif (gaya hidup pada suatu kelompok untuk diwariskan),
pembelajaran diferensiasi (usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
untuk memenuh kebutuhan belajar murid), pembelajaran social emosional
(pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah) dan
yang tidak kalah penting adalah bagaimana pendidik menerapkan 9 langkah pengambilan
dan pengujian keputusan setiap akan mengambil keputusan.
Dalam mengambil sebuah keputusan tentunya ada pertentangan yang akan dialami. Pertentangan inilah yang terkadang dinamakan dengan dilima etika atau bujukan moral. Dilima etika merupaka situasi benar vs benar. Artinya bahwa situasi yang terjadi ketika sesorang harus memilih diantara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentengan. Misalnya ketika orang menentukan pilihan antara aturan dengan kasihan. Adalah benar jika orang tersebut memilih atauran dan mengenyampingkan rasa kasihan untuk menegakkan aturan sebagai rasa hormat terhadap keadilan. Dan benar juga jika orang tersebut membengkokkan aturan merupakan rasa kasihan atau kebaikan. Sedangkan bujukan moral murupakan situasi benar vs salah. Arinya adalah situasi yang terjadi ketika sesorang membuat keputusan antara benar atau salah. Misalnya berbohong untuk melindungi sesorang. Walaupun tujuannya baik berbohong tetap tidak dibenarkan
Dalam dunia pendidikan dilima etika adalah hal berat
yang harus dihadapi. Karena etika bersifat relatif dan bergantung pada kondisi
dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Sehingga dalam mengambil
sebuah keputusan perlu kiranya dipikirkan secara matang-matang agar tidak
menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Ibarat sebuah pribahasa “sesal dahulu
pendapatan sesal kemudian tiada guna” yang mengandung arti “hendaknya berpikir
masak-masak sebelum membuat suatu keputusan “.
Keputusan yang kita ambil sebagai pendidik tentunya
memiliki dampak terhadap murid. Terutama keputusan yang berkaitan dengan dilima
etika. Sehingga perlu menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan
dalam pengambilan sebuah keputusan. Karena etika bersifat relatif bukan berarti
keputusan yang diperoleh sudah baik dengan menerapkan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan tetapi dengan menerapkan 9 langkah tersebut seorang
pendidik sudah berusaha melakukan yang terbaik dalam mengambil sebuah keputusan.
9 langkah ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling
bertentangan dalam situasi ini.
Langkah ini
mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih
langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama serta akan membuat kita menyaring masalah yang
betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan
dengan sopan santun dan norma sosial.
2.
Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
Bila kita telah
mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu perlu selanjutnya untuk
mengetahui dilema siapakah ini.
3.
Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi
ini.
Dalam pengambilan
keputusan yang baik tentunya membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti
misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak,
dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka
mengatakannya.
4.
Pengujian benar atau salah
ü Uji Legal
Pertanyaan dasar
yang harus diajukan adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran
hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar
lawan benar, namun antara benar lawan salah.
ü Uji
Regulasi/Standar Profesional
Bila dilema etika
tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran
peraturan atau kode etik.
ü Uji Intuisi
Langkah ini
mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi kita dalam merasakan apakah ada
yang salah dengan situasi ini.
ü Uji Halaman Depan
Koran
Apa yang kita akan
rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dimana
sesuatu yang kita anggap merupakan ranah pribadi kita tiba-tiba menjadi
konsumsi masyarakat.
ü Uji Panutan/Idola
Dalam langkah ini,
kita akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan
panutan kita, misalnya ibu kita. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu
kita, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau
adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita.
5.
Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari keempat
paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang kita alami
o
Individu lawan masyarakat (individual vs community)
o
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
o
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
o Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
6.
Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3 prinsip
penyelesaian dilema, mana yang kira-kira yang akan dipakai
o
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
o
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
o
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking
7.
Investigasi Opsi Trilema
Mencari opsi yang
ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini.
8.
Buat Keputusan
Titik di mana kita
harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk
melakukannya.
9.
Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Lihat kembali
proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi
kasus-kasus selanjutnya.
Pada akhirnya kita sebagai pendidik hendaknya tetap berusaha
konsisten menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian dalam pengambilan keputusan
baik yang menyangkut urusan murid maupun urusan sekolah. Karena yang menjadi
kendala seorang pendidik apalagi pribadi penulis adalah sebuah kekonsistenan
dalam menerapkannya. Segala bentuk keputusan yang kita ambil itu kelak yang
akan menjalaninya adalah murid. Guru hanya sebatas membimbing, sehingga
keputusan yang kita ambil hendaknya selalu berpihak terhadap murid guna
memberikan dampak yang positif dalam pengembangan potensi murid.
Nice idea mas bro guru https://budiawan090187.blogspot.com/
BalasHapusMantaaaapppp pak guru
BalasHapus