Kamis, 29 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2 "PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA"

A

pa yang ada dibenak pikiran Anda jika mendengar kata “Ekosistem”?. Pasti dipikiran Anda adalah mata pelajaran biologi. Dalam biologi eksosistem merupakan suatu sistem ekologi (cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lain dan juga dengan lingkungan sekitarnya) yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara kompenen biotik (makhluk hidup) dengan kompenen abiotik (lingkungannya). Ekosistem yang baik dicirikan dengan ditandai adanya pola hubungan yang saling menunjang antara kompenen biotik dengan abiotik.

Sebuah sekolah bisa diibaratkan sebagai sebuah ekosistem. Hal ini disebabkan karena disekolah terjadi interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Jika kedua factor ini yakni factor biotik dan abiotic saling berinteraksi secara selaras dan harmonis maka akan terbentuk sebuah tatanan yang positif disebuah sekolah. Begitu pula sebaliknya jika kedua factor ini tidak tidak selaras dan harmonis dalam berinteraksi maka tatanan pada sekolah tersebut akan rusak.  Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah meliputi : murid, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar sekolah. Sedangkan faktor-faktor abiotic meliputi keuangan  serta sarana dan prasarana.

Dalam melakukan pengembangan dan perubahan disebuah komunitas/sekolah, selain mengetahui factor-faktor yang saling berinteraksi ini perlu kiranya juga mengetahui dan menggunakan pendekatan yang dipakai dalam mengembangkan sebuah komunitas/ sekolah. Ada 2 (dua) jenis  pendekatan yang dipakai dalam mengembangkan sebuah komunitas/ sekolah yakni Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking).

Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)  akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.  Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negative sehingga dapat menjadikan buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar. Sedangkan Pendekatan Berbasis Aset akan menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Perbedaan kedua pendekatan ini dapat dilihat pada table dibawah ini

Berbasis Kekurangan/Masalah

Berbasis Aset

Fokus pada masalah dan isu

Fokus pada asset dan kekuatan

Berkutat pada masalah

Membayangkan masa depan

Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang

Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut

Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain

Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan)

Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah

Meraancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan

Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek

Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan

Dari uraian tentang perbedaan kedua pendekatan tersebut, manakah yang sering kita gunakan sebagai seorang guru dalam mengembangkan kelas/sekolah?. Tentunya harapannya sekarang adalah dalam melakukan pengembangan kelas/sekolah sudah saatnya seorang guru fokus menggunakan pendekatan berbasis aset. Karena inti dari pendekatan berbasis aset adalah fokus pada asset dan kekuatan yang dimiliki sehingga akan diperoleh hasil yang sifatnya berkelanjutan. Hal ini juga sejalan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan sebuah paradigma managamen perubahan yakni inkuiri apresiatif (IA).

Menurut Ki Hadjar Dewantara bahwa “pendidik hanya bisa menuntun murid sesuai kodrat alam dan Kodrat jaman” . Artinya kodrat alam dan kodrat jaman (keduanya ini disebut dengan kodrat keadaan) tidak bisa diubah. Sedangkan inkuiri apresiatif (IA) adalah paradigma perubahan berdasarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki. Sehingga dalam melakukan perubahan hendaknya berdasarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki (aset) baik “kodrat alam maupun kodrta jaman” sehingga akan diperoleh hasil yang sifatnya berkelanjutan dan tentunya berpihak kepada murid. Berpihak pada murid dapat dilihat dari bagaimana seorang pendidik menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar murid (pembelajaran berdiferensiasi).

 Dalam mengimplementasikan pendekatan berbasis aset, perlu kiranya mengetahui aset-aset yang dimiliki oleh sebuah komunitas/sekolah. Menurut Green dan Haines (2002) ada 7 aset utama (modal utama), yaitu:

1.    Modal Manusia

  • Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
  • Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas,
  • Modal ini juga dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan

2.     Modal Sosial

  • Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
  • Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.
  • Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi.

3.    Modal Fisik

  • Bangunan.
  • Infrastruktur atau sarana prasarana

4.    Modal Lingkungan/alam

Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.  Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.

5.    Modal Finansial

Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.

6.    Modal Politik

  • Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial.
  • Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.

7.    Modal Agama dan budaya

Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.


Minggu, 11 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1"PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN"

I

ng ngarsa sung thulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah sebuah semboyan yang sering kita dengar didunia pendidikan. Adalah Ki Hajar Dewantara, sosok yang mencetuskan semboyan tersebut sekaligus beliau sebagai pahlawan yang telah memperjuangkan sistem pendidikan di tanah surga ini dan berani menentang sistem pendidikan Hindia-Belanda di era kolonial dulu. Semboyan”Ing ngarsa sung thulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang disebut sebagai pratap triloka mengandung arti “di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberi dorongan”. 

Makna dari pratap triloka di atas adalah prinsip pendidikan yang progresif. Jadi, seorang guru bukan sekedar sosok yang berdiri di depan dan mentransfer ilmu ke murid, tapi juga harus berdiri di antara murid dan di belakang mereka. Sistem ini mengajarkan kepada seorang pendidik untuk rendah hati, pengertian, mengayomi dan memahami muridnya. Setiap rencana, aktivitas, kegiatan, dan keputusan yang diambil oleh pendidik hendaknya selalu berpihak pada murid.

Setiap muird terlahir dengan bakat masing-masing. Sehingga tidak tepat kalau sekarang kita mengatakan bahwa murid itu diibaratkan sebagai kertas kosong yang bisa ditulis semau-maunya oleh pendidik. Murid diibaratkan sebagai sebuah kertas yang berisi tulisan-tulisan yang samar atau kabur, sehingga pendidik hanya sebatas menerangkan kembali tulisan-tulisan tersebut. Dalam hal ini pendidik hanya sebatas menuntun tumbuh kembangnya kodrat-kodrat yang ada pada diri murid.

Dalam menuntun murid, hendaknya seorang pendidik harus berpikir matang-matang dalam mengambil setiap keptusan. Selaian memperhatikan kodrat-kodrat yang ada pada diri murid, perlu kiranya memperhatikan hal-hal lain juga. Diantaranya menerapkan paradigma inkuiri apresiatif (paradigma perubahan dengan pendekatan kolaboratif berbasis kekuatan), menerapkan budaya positif (gaya hidup pada suatu kelompok untuk diwariskan), pembelajaran diferensiasi (usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuh kebutuhan belajar murid), pembelajaran social emosional (pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah) dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana pendidik menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan setiap akan mengambil keputusan.

Setiap keputusan yang diambil oleh pendidik yang berdampak ke murid tentunya sangat dipengaruhi oleh karakter pendidik. Karakter merupakan kejadian-kejadian yang berulang-ulang yang dilakukan sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan sadar dan bawah sadar. Karakter inilah yang nantinya akan menentukan sebuah keputusan yang akan diambil oleh seseorang pendidik. Jika sesorang pendidik terbiasa melakukan hal-hal atas dasar rasa kasihan maka orang tersebut akan mengambil sebuah keputusan atas dasar prinsip kasihan dan membelokkan aturan, begitu juga sebaliknya ketika seorang pendidik terbiasa melakukan hal-hal atas dasar aturan maka orang tersebut akan mengambil sebuah keputusan berdasarkan aturan dan mengeyampingkan rasa kasihan sebagai wujud bentuk menegakkan aturan.

Dalam mengambil sebuah keputusan tentunya ada pertentangan yang akan dialami. Pertentangan inilah yang terkadang dinamakan dengan dilima etika atau bujukan moral. Dilima etika merupaka situasi benar vs benar. Artinya bahwa situasi yang terjadi ketika sesorang harus memilih diantara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentengan. Misalnya ketika orang menentukan pilihan antara aturan dengan kasihan. Adalah benar jika orang tersebut memilih atauran dan mengenyampingkan rasa kasihan untuk menegakkan aturan sebagai rasa hormat terhadap keadilan. Dan benar juga jika orang tersebut membengkokkan aturan merupakan rasa kasihan atau kebaikan. Sedangkan bujukan moral murupakan situasi benar vs salah. Arinya adalah situasi yang terjadi ketika sesorang membuat keputusan antara benar atau salah. Misalnya berbohong untuk melindungi sesorang. Walaupun tujuannya baik berbohong tetap tidak dibenarkan

Dalam dunia pendidikan dilima etika adalah hal berat yang harus dihadapi. Karena etika bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Sehingga dalam mengambil sebuah keputusan perlu kiranya dipikirkan secara matang-matang agar tidak menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Ibarat sebuah pribahasa “sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tiada guna” yang mengandung arti “hendaknya berpikir masak-masak sebelum membuat suatu keputusan “.

Keputusan yang kita ambil sebagai pendidik tentunya memiliki dampak terhadap murid. Terutama keputusan yang berkaitan dengan dilima etika. Sehingga perlu menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dalam pengambilan sebuah keputusan. Karena etika bersifat relatif bukan berarti keputusan yang diperoleh sudah baik dengan menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan tetapi dengan menerapkan 9 langkah tersebut seorang pendidik sudah berusaha melakukan yang terbaik dalam mengambil sebuah keputusan. 9 langkah ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1.    Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

Langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama serta  akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. 

2.    Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu perlu selanjutnya untuk mengetahui dilema siapakah ini.

3.    Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Dalam pengambilan keputusan yang baik tentunya membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.

4.    Pengujian benar atau salah

ü  Uji Legal

Pertanyaan dasar yang harus diajukan adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah.

ü  Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik.

ü  Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi kita dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini.

ü  Uji Halaman Depan Koran

Apa yang kita akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dimana sesuatu yang kita anggap merupakan ranah pribadi kita tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat.

ü  Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, kita akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan kita, misalnya ibu kita. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu kita, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita.

5.    Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang kita alami

o   Individu lawan masyarakat (individual vs community)

o   Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

o   Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

o   Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

6.    Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang kira-kira yang akan dipakai

o   Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

o   Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

o   Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking

7.    Investigasi Opsi Trilema

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini.

8.    Buat Keputusan

Titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

9.    Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

Pada akhirnya kita sebagai pendidik hendaknya tetap berusaha konsisten menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian dalam pengambilan keputusan baik yang menyangkut urusan murid maupun urusan sekolah. Karena yang menjadi kendala seorang pendidik apalagi pribadi penulis adalah sebuah kekonsistenan dalam menerapkannya. Segala bentuk keputusan yang kita ambil itu kelak yang akan menjalaninya adalah murid. Guru hanya sebatas membimbing, sehingga keputusan yang kita ambil hendaknya selalu berpihak terhadap murid guna memberikan dampak yang positif dalam pengembangan potensi murid.





Kamis, 08 April 2021

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

S

esal dahulu pendapantan sesal kemudian tiada guna adalah sebuah pribahasa yang terkadang sering kita dengar. Pribahasa tersebut mengandung arti  “hendaknya berpikir masak-masak sebelum membuat suatu keputusan “. Kaitannya dengan itu didalam dunia pendidikan tentunya kita tidak ingin menyesal dikemudian hari dalam mengambil dan menetapkan sebuah keputusan. Sehingga perlu memikirkan secara matang setiap mengambil keputusan.

Dalam mengambil sebuah keputusan tentunya ada pertentangan yang akan dialami. Pertentangan inilah yang dinamakan dengan dilema. Dalam kamus Bahasa Indonesia dilema murupakan situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan. Orang yang berada pada situasi seperti ini tentunya memerlukan sebuah pemikiran yang matang sekali dalam menetukan pilihan mana yang akan diambil.

Secara umum dilima ini dikelompokkan menjadi dua yaitu dilima etika dan bujukan moral. Dilima etika merupaka situasi benar vs benar. Artinya bahwa situasi yang terjadi ketika sesorang harus memilih diantara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentengan. Misalnya ketika orang menentukan pilihan antara aturan dengan kasihan. Adalah benar jika orang tersebut memilih atauran dan mengenyampingkan rasa kasihan untuk menegakkan aturan sebagai rasa hormat terhadap keadilan. Dan benar juga jika orang tersebut membengkokkan aturan sebagai bentuk rasa kasihan atau kebaikan

Sedangkan bujukan moral murupakan situasi benar vs salah. Arinya adalah situasi yang terjadi ketika sesorang membuat keputusan antara benar atau salah. Misalnya berbohong untuk melindungi sesorang. Walaupun tujuannya baik berbohong tetap tidak dibenarkan. Nah sekarang sudah seyogyanya kita dalam mengambil sebuah keputusan terlebih dahulu membedakan apakah dilima yang kita hadapi ini termasuk dalam kategori dilima etika atau bujukan moral.

Dalam dunia pendidikan dilima etika adalah hal berat yang harus dihadapi. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

  1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)

Keempat kategori ini adalah pola umum yang sering muncul dalam dilima etika yang sering dihadapi. Sehingga perlu kiranya mengetahui pola-pola yang terjadi ketika menetapkan sebuah keputusan agar selanjutnya dapat menentukan langkah-langkah berikutnya dalam penentapan keputusan.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Sehingga setelah mengetahui pola yang terjadi selanjutnya perlu menentukan prinsip yanga akan digunakan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga prinsip yang paling sering dikenali dan digunakan dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Setelah menegtahui pola dan prinsip yang digunakan dalam menetukan pilihan terhadap dilima etika yang dihadapi selanjutnya dapat menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan sehingga keputusan yang akan diambil akan menjadi keputusan yang terbaik. 9 langkah ini dapat diuraikan sebagai berikut: 

1.       Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

Langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama serta  akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. 

2.       Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu perlu selanjutnya untuk mengetahui dilema siapakah ini.

3.       Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Dalam pengambilan keputusan yang baik tentunya membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.

4.       Pengujian benar atau salah

    • Uji Legal

Pertanyaan dasar yang harus diajukan adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah.

  • Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. 

  • Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi kita dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini.

  • Uji Halaman Depan Koran

Apa yang kita akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dimana sesuatu yang kita anggap merupakan ranah pribadi kita tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat.

  • Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, kita akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan kita, misalnya ibu kita. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu kita, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita.

5.       Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang kita alami

6.       Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang kira-kira yang akan dipakai

7.       Investigasi Opsi Trilema

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini.

8.       Buat Keputusan

Titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

9.       Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.


Dari ketiga uraian langkah mengambil keputusan, seyogyanya kita yang terlibat dalam dunia pendidikan hendaknya menerapkan langkah-langkah tersebut ketika kita pada kondisi atau keadaan dalam mengambil dan menetapkan sebuah keputusa.

Berdasarkan uraian diatas ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan dan jawaban pribadi terkait dengan keempat uraian materi (dilima etika dan bujukan moral, paradigm delima etika, prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan) tersebut, diantaranya sebagai berikut:

1.       Apa rencana ke depan dalam menjalani pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika?

Jawaban: Kedepan setiap pengambilan keputusan yang mengandung unsur delima etika akan mencoba pelan-pelan dalam menerapkan prinsip pengambilan keputusan, paradigma delima etika dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga nanti akan menjadi sebuah kebiasaan dalam menerpakan ketiga materi tersebut dalam mengambil sebuah keputusan


2.       Bagaimana saya bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan saya?

Jawaban: Efektivitas pengambilan keputusan dapat diikur dari dua hal. Pertama bahwa keputusan yang telah ditetapkan kemudian dijalan tidak akan menimbulkan penyelesalan dikemudian (sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tiada guna). Kedua bahwa keputusan yang diambil dapat memberikan dampak yang positif bagi diri pribadi maupun bagu lingkungan sekitar

  

3.       Siapa yang akan membantu atau mendampingi saya?

Jawaban: Yang akan membantu saya adalah beberapa rekan guru dan kepala sekolah jika menyangkut urusan kelas dan lingkungan sekolah. Sedangkan jika menyangkut pengambilan keputusan dilingkungan keluaraga tentunya sitri dan orang tua



4.   Bagaimana saya nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal saya?

Jawaban: Ilmu yang diperoleh akan ditransfer dan diterapkan pada komunitas kecil (komunitas praktisi) yang coba dirintis disekolah. Selain itu ilmu yang diperoleh ini akan diterapkan secara perlahan-lahan mulai dari hal yang kecil yakni dikelas-kelas tempat mengajar kemudian selanjutnya menyangkut sekolah


5.   Apa langkah-langkah awal yang akan say lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

Jawaban: Langkah awal yang dilakukan adalah mulai memberanikan diri untuk mencoba menerapkan 3 materi yakni prinsip pengambilan keputusan, paradigma delima etika dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga harapan kedepan akan tertanam pada diri dan akan menjadi sebuah kebiasaan dalam mengambilan keputusan

 

6.    Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu depan, hari apa?

Catat rencana, sehingga saya tidak lupa.

Jawaban: Langkah-langkah tersebut akan saya coba diterapkan setiap hari tentunya ketika sedang mengahdapi delima etika.

 


7.    Siapa yang akan menjadi pendamping saya, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi saya untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif.


Jawaban:
Yang menjadi pendamping saya adalah beberapa rekan guru yang beberapa bulan ini bisa di ajak untuk menjalankan program guru penggerak serta kepala sekolah.

 

PEMBELAJARAN YANG NYAMAN DAN DINANTIKAN OLEH SELURUH MURID

Latar Belakang   K egiatan Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan ...